Jumat, 15 Juli 2011

Dia Cahaya (Datang dan Pergi)
cerpen oleh : Fitria Ningrum


Butiran air masih menggenang di mataku. Angin nan sepoi menggelitik tubuhku, dingin! Ku percepat, laju motorku menuju sekolah yang tak jauh dari rumahku. “Huam,..” Aku lumayan panjang menguap, sehingga mengundang rasa kantuk ku. Pandanganku tertuju pada sebuah pohon di sudut gerbang sekolahku, ku sipitkan mataku untuk menjelaskan pandanganku. Sekilas aku melihat seseorang sedang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ah, mungkin hanya firasat ku, aku mempercepat langkah ku memasuki halaman depan sekolah.
Kringg,...
Bel tanda masuk berbunyi, berbondong-bondong siswa dan siswi memasuki kelasnya masing-masing. Tak terkecuali aku yang terlambat memasuki kelas, karena aku sedang asik menikmati secangkir vannila latte hangat. Aku berjalan menyusuri koridor yang tampak sepi, kupercepat langkahku menuju kelas. Dian menepuk pundakku dari belakang, akupun menoleh kearahnya. Ia memasang sennyuman, akupun membalas senyumannya. Kamipun memasuki kelas bersama-sama.
Aku menduduki bangku yang berada paling belakang kelas. Aku belum melihat tanda-tanda kedatangan seorang guru yang akan mengajar. Tidak ada satupun dari kami yang berani untuk ribut ataupun sekedar berbicara bersama teman sebangku. Tiba-tiba terdengar derap langkah seseorang memasuki ruangan kelas. Kelas terasa hening, dan tidak ada yang bergerak. (http://fitria-ningrum1.blogspot.com/) Engsel pintu bederit pelan, setiap wajah tampak tegang, tak terkecuali aku yang sedari tadi sibuk membolak-balik komik
Wali kelas masuk dengan langkah yang tegap, ia menatap ke segala penjuru kelas. Wajahnya terlihat keheranan, sambil menggaruk kepalanya yang mulai memutih ditumbuhi uban. Ia maju dan berkacak pinggang.
“ada apa dengan kalian semua? Mengapa diam semua? Padahal, biasanya kelas ini yang rekor!” Ia mulai ceramah pagi singkatnya.
“bukannya hari ini kita ada ulangan, ya, pak?” Seseorang bertanya
“Saya lupa memberi tahu, ya? Hari ini ulangan diundu, karena kita kedatangan murid baru. Namanya Melly. Melly, silahkan masuk!” Seorang siswi memasuki ruang kelas kami. Bapak memberi intruksi agar ia memperkenalkan diri.
“Selamat siang, perkenalkan, nama aku Melly Putri. Biasa dipanggil Melly. Hobi aku membaca. Kesukaan aku coklat.!” Ia menjelaskan panjang lebar.
“Ada pertanyaan? Baiklah, kalau tidak ada kamu boleh duduk dimanapun kamu mau.” Pak guru menunjuk beberapa bangku yang tampak kosong.
“Hai Melly!” Sapa Radit dengan genit kearah Melly. Semua tertawa.
Melly memandang ke arahku. Aku menyinggungkan sebuah senyuman, tapi dia hanya melempa pandangan. Aku menggeleng kepala, 'cewek yang aneh'! Gumamku dalam hati. Semua kelas kembali normal diakibatkan tidak jadinya ulangn matematika oleh wali kelas kami yang aneh. Apakah masih ada lagi keanehan-keanehan yang akan aku temui? Aku tak mengeti hidup ini.
***

Pagi mulai menjelang, segera aku mengemasi buku untuk dibawa ke sekolah. Aku mengambil beberapa roti, dan langsung meninggalkan rumah untuk pergi ke sekolah. Aku mengendaai matik yang terpakir di depan bagasi, dan melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Aku hanya besikap biasa, yah namanya juga masih pagi! Mana ada polisi pagi-pagi begini, palingan jugamesih pada tidu. Aku tertawa sendiri dalam hati. Aku melewati sebuah halte bis, dan melihat Melly sedang duduk di sana sendirian.(http://fitria-ningrum1.blogspot.com/) Aku memutar balik matikku dan menuju kearah Melly. Namun tiba-tiba sebuah bis lewat, saat itulah aku sadar bahwa Melly telah menaiki bis itu. Apa yang aku lakukan? Mengapa aku menuju keaahnya tadi? Aku hanyamenggaruk-gauk kepala yang ternyata dilapisi oleh helm pelindung. Kini bertambah satu lagi aneh. 'aneh' gumamku pelan.
Hari ini tidak ada guru yang mengisi jam pelajaran biologi, ini merupakan tambang emas bagiku untuk kembali membaca komik. Padahal, jam biologi kali ini ada 3 jam pelajaran, peluang ini tak akan aku sia-siakan. Aku melihat kearah Melly. Gerakannya begitu mencurigakan, sehinnga membuatku menguungkan niat untuk membaca komik danberalih pandangan menuju Melly. Ia mengeluarkan sebuah buku catatan, awalnya aku mengira dia sedang belajar, tapi ternyata dia sedang menggambar sesuatu. Aku mendekatke arahnnya, dan iapun langsung menyembunyikan buku itu diantara tumpukan beberapa buku yang ada di samping mejanya.
“Hai, lagi ngambar apaan, sih?” aku bertanya dengan nada penasaran.
“Siapa yang ngambar?” Ia balik bertanya.
“Tu!” Aku menunjuk ke arah buku yang tampak begitu jelas ada gambarnya.
“Oh, ini!” Ia menunjukkannya ke arahku.
“Iya, itu punya kamu, kan? Lagi buat apa? Aku ganggu, ya?” aku mengajukan beberapa pertanyaan.
“Iya, ini punya aku. Aku lagi buat gambar kartun sih. Tapi, kamu ga ganggu kok!” Ia menjawab dengan cepat sambil membolak-balikkan buku itu.
“Aku boleh liat?” Aku mengambil buku itu dari tangannya.
Aku membuka halamannya satu-persatu, dengan pelan sambil memandangi gambar yang tertera pada tiap halaman buku. Gambar yang menakjubkan, gambarnya nyaris persis dengan gambar yang tertera pada komik-komik.(http://fitria-ningrum1.blogspot.com/) Aku menyodorkan buku itu padanya, dan segera berlari ke mejaku. Aku mengambil sebuah komik, dan kembali menuju meja Melly. Aku menunjukkan satu halaman pada Melly.
“Bisa buatkan aku gambar yang ini? Aku menunjuk kearah seorang karakter dalam komik.
“Bisa! Kamu mauu?” Ia bertanya
“ya, untuk aku ya, kalo udah jadi!”
“ya!” Jawabannya sangat singkat.
“makasih,” Aku mengucapkannya dengan nada sedikit tinggi sehingga membuat seluruh warga kelas mengalihkan pandangannya ke arahku.
Aku segera menutup muka dan menuju tempat dudukku. Semua kembali sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Akupun kembali melanjutkan kegiatanku, yaitu membaca komik. Tak beberapa lama kemudian Melly mendatangi mejaku dan menyodorkan sebuah kertas. Aku mengambil kertas itu dan meletakkannya disamping tasku. Akumengambil sesuatu dari dalam tas dan menyisipkannya dengan cepat ke dalam tangannya. Ia membuka kepalan tangannya dam memegangbenda kecil itu.
“Makasih, buat gambarnya!” aku mengedipkan sbelah mata.
“ya, sama-sama! Tapi, ini buat apa?” Ia menunjukkan benda yang aku beri tadi.
“Itu untukmu, karena udah mau buatkan gambar ini.” Aku membalas pertanyaannya diiringi senyuman.
“Oh, makasih juga!”
“Yap, sama-sama juga!” Ia tersenyum dan kembali ketempat duduknya ia memasukkan coklat kecil pemberianku ke dalam tasnya.
Kelas menjadi semakin gaduh mendekati jam istirahat. Tiba-tiba Kiki sang ketua kelas muncul dengan wajah pucat dengan menenteng sebuah kertas.
“Ngapain, lo Ki?” Tanya Radit dengan nada penasaran
“Iya, kenapa lo? Muka lo pucet banget!” aku menambahkan.
“Ini! Ini!” ia menujukkan sebuah kertas le arah kami semua.
“Ini apa?” Radit mulai tampak geram.
“Ternyata Buk Rita ga datenghari ini, tapi dia ninggalin tugas. Dan tugasnya harus di kumpul sebelum istirahat ato kita bakalan dijemursatu kelas.” Ia menjelaskan dengan terbata-bata.
Semua segera menuju meja masing-masing untuk mengerjakan tugas. Semua wajah tampak panik. Tak terkecuali aku. Aku memandang kearah Melly. Ia tampak begitu tenang, tapi mengapa aku jadi seringmelihat kearahnya? Aneh!
***
Sudah 3 ulan berlalu semenjak hari dimana Melly membuatkanku sebuah gambar. Kini, aku semakin dekat dengan Melly. Namun aku masih banyak ingin tahu tentang Melly. Hari ini sepulang sekolah, aku mengikutinya. Aku ingin tau di mana ia tinggal. Aku telah bertanya pada teman-teman di kelas, tapi tidak ada yang mengetahuinya. Ia memasuki sebuah taxi yang ia berhentikan di depan sekolah. Aku mengikuti taxi itu, namun aku menjadi heran, taxi itu berhenti tepat di depan rumahku dan menurunkan kakakku yang baru pulang dari kampusnya. Aku merasa heran, kejadian itu terjadi berulang kali. Namun dengan tempat danorang yang selalu berbeda.
Hari ini aku memintanya untuk pulang bersamaku. Aku menarik tangannya menuju lapangn parkir, dengan cepat. Aku menyodorkan sebuah helm. Ia memakainya. Aku lantas bertanya dimana rumahnya namun ia hanya tertunduk diam.
“Rumah kamu dimana? Biar aku anter!” Aku menjelaskan. Namu ia membuka kembali j=helm yang akuberikan
“Ga usah repot-repot. Aku bisa pulang sendiri.” Ia hanya tersenyum dan meninggalkanku pergi.
***
Aku menduduki bangkuku yang berada di deretan ketiga. Aku membuka buku Pkndan mulai membaca poin-poin pentingnya karena ada ulangan. Aku menoleh kearah meja Melly, ia belum datang. Padahal biasanya aku selalu melihat ia datang paling awal. (http://fitria-ningrum1.blogspot.com/) Pak Herman memasuki ruang kelas. Ia memberi inruksi agar kami tidak menyontek, bekerja sama atau sejenisnya. Ia mengabsen kami satu-persatu namun setelah selesai, aku merasa heran, mengapa nama Melly tidak ada. Akupun segera bertanya.
“Pak, ada yang belum kesebut namanya!”
“Siapa?” Pak Herman membuka buku absennya.
“Melly pak!” Seruku. Namun semua tampak bingung.
“Siapa Melly?” Tanya Pak Herman bingung
“Itu, lo pak, yang sering ngambar!”
“Lo ngigau ya? Mana ada murid yang namanya Melly di sini!” Radit mengolok-olokku.
“Eh, serius dia, kan duduk di sana!” aku menunjuk ke arahbangku yang biasa di duduki Melly
“Enak aja, sejak kapan nama gue jadi Melly?” Vivi terkejut.
“Bukan elo! Tapi Melly!”
“Sudah, sudah tidak ada lagi main-main, waktu terus berjalan. Ulangan segera kita mulai” Pak Herman membagikan kertas ulangan.
Aku merasa heran apa yang sebenarnya yang terjadi, mengapa tidak ada satupun yang mengingat Melly? Apa ini hanya halusinasiku saja? Tapi mengapa bisa? Aku membuka tas, dan mendapati gambar yang dia buatkan untukku. Namu aku melihat karakter itu telah mati, sebuah pisau menghujam jantungnya. Begitu pula yang aku rasakan saat ini. (http://fitria-ningrum1.blogspot.com/)